Kota malang pernah
sebagai barometer music rock di Jawa Timur, bahkan nasional. Mayoritas warga
Malang pada dekade 1970-an sangat menggemari music cadas, seperti Deep Purple
dan Rolling Stones. Tidak heran, sudah banyak musisi rock kaliber nasional yang
berasal dari Malang. Contohnya, Mickey Michael Merkelbach/Mickey Jaguar, Ian
Antono, Teddy Sujaya, Fuad Hassan (Drummer pertama Godbless), Silvia Sartje dan
masih banyak lagi.
Dari budaya
itulah muncul band-band indie yang coba merebut hati masyarakat Malang.
Salah satu
band indie Malang yang saya tahu adalah Ujung Titik. Berawal dari penampilan
mereka dalam kegiatan amal yang bertajuk "Save hutan kota malabar".
Kegiatan yang mengumpulkan para pemerhati lingkungan untuk meneriakkan kritik
mereka pada kelompok masyarakat yang ingin mengganti hutan kota malabar menjadi
taman kota. Ujung Titik juga ikut berpartisipasi dengan menyumbangkan single
"Malabar Denyut Nadi Kita".
Informasi
yang saya dapat, band ini akan mengeluarkan album perdananya. Album "Tekstular"
kemudian nama yang diambil sebagai debut albumnya. Dari album yang berisi 8
lagu tersebut, saya mendapat bocoran beberapa lagu yang memang menjadi single
andalan di album tekstular. Ada lagu 'Berita Sampah', 'Ujung Titik', dan 'Buka
Mata Hati'. Memang ada banyak cerita yang diangkat, seperti tentang cinta,
sosial, politik dan lingkungan.
Memang kalau
ditelisik, band ini sangat kritis dilihat dari lirik-liriknya yang terkesan
provokatif. Seperti di lagu Buka Mata Hati yang liriknya "Banyak yang
gagal cerdas karena tak sekolah, Banyak yang gagal sehat karena
kelaparan", membuktikan bahwa pesan yang disampaikan dalam lirik menjadi
alat untuk membuat para pendengarnya lebih peka dalam sosial bermasyarakt. Belum
lagi lagu "Berita Sampah" yang menekankan untuk segera mematikan
frekuensi televisi karena banyaknya siaran-siaran yang tidak mendidik.
Album dengan
ciri khas yang kuat ini sudah digambarkan dari cover album. Dimana ada sebuah
gambar mesin ketik sebagai simbol kata ataupun teks. Kemudian ada gambar ujung
dari terompet yang menandakan adanya suara dari kata yang sudah diketik di
mesin ketik. Semacam narasi yang ditulis dan bisa mengeluarkan suara. Dari
simbol-simbol itu kita seakan diberi tahu bagaimana lirik dalam lagu bisa
menjadi semacam alat untuk menyampaikan aspirasi.
Tapi tidak
seperti band biasanya yang memang punya warna dalam menentukan genre musik yang
dipakai dalam sebuah album. Jujur band ini seperti tidak punya warna khas dalam
menentukan genre musiknya. Dari lagu "Berita Sampah", "Ujung
Titik", dan "Buka Mata Hati" memiliki aliran musik yang
berbeda-beda. Ada rock, pop, ada juga jazz. Saya lebih sepakat jika ada satu
aliran yang memang menjadi warna dari band ini. Diluar dari itu, musik yang
dimainkan bisa dibilang mantap lah!
Kemudian
musik yang terlalu dominan itu menutupi lirik-lirik dari lagu-lagu Ujung Titik
yang memang menjadi kekuatan utama dalam mengekspresikan dan menyampaikan
aspirasinya. Sehingga para pendengar memang harus jeli dalam mendengar setiap
alunan lirik yang disampaikan.
Terlepas
dari semua itu, band Indie yang digawangi oleh Riqar Manaba sebagai Vocal dan
Aden Ashari sebagai Gitaris patut diapresiasi dengan mencoba untuk keluar dari
jalur mainstream. Band ini mencoba untuk tidak mengikuti pasar yang melulu
senang dengan hanya lagu bertemakan cinta. Mereka fokus untuk bagaimana
menyampaikan aspirasi lewat musik.
0 comments:
Post a Comment